Kecerdasan buatan (AI) membawa gelombang ke berbagai industri, mulai dari layanan kesehatan hingga keuangan. Namun, terlepas dari potensinya, 70% proyek AI gagal. Angka ini mungkin terdengar mengkhawatirkan, namun memahami kendala umum dapat memandu Anda menuju kesuksesan. Blog ini membahas mengapa begitu banyak inisiatif AI gagal dan memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti untuk membantu Anda menghindari jebakan umum.
Kurangnya Tujuan Bisnis yang Jelas
Salah satu alasan utama kegagalan proyek AI adalah tidak adanya tujuan bisnis yang jelas. Inisiatif AI sering kali dimulai dengan daya tarik teknologi itu sendiri, dibandingkan berfokus pada permasalahan yang ingin dipecahkan. Tanpa visi yang jelas tentang bagaimana AI selaras dengan tujuan bisnis, proyek mungkin kehilangan arah. Untuk menghindari hal ini, pastikan proyek AI Anda dikaitkan dengan hasil bisnis yang terukur. Menetapkan tujuan spesifik, seperti meningkatkan pengalaman pelanggan atau mengoptimalkan efisiensi operasional, memberikan kerangka kerja yang jelas untuk mencapai kesuksesan.
Kualitas Data Buruk
Model AI berkembang pesat dalam hal data, namun data berkualitas buruk dapat menggagalkan algoritma yang paling canggih sekalipun. Kumpulan data yang tidak lengkap, ketinggalan jaman, atau bias dapat menyebabkan prediksi yang tidak akurat dan model yang tidak efektif. Sistem AI memerlukan aliran data terstruktur berkualitas tinggi untuk dipelajari dan ditingkatkan seiring waktu. Sangat penting untuk membersihkan dan memproses data terlebih dahulu sebelum memasukkannya ke dalam sistem AI Anda. Audit dan pembaruan rutin untuk memastikan kesegaran data dapat mencegah kesalahan umum ini. Tata kelola data dan pemantauan berkelanjutan sangat penting untuk menjaga kualitas dan keandalan.
Meremehkan Kompleksitas Model AI
Alasan utama kegagalan proyek AI lainnya adalah meremehkan kompleksitas pengembangan dan penerapan model AI. Banyak organisasi yang melebih-lebihkan kesiapan solusi AI, dengan asumsi bahwa setelah algoritma dibangun, masalahnya akan terpecahkan. Namun, model AI memerlukan penyesuaian, pelatihan, dan penyempurnaan yang konstan untuk menghasilkan hasil yang akurat. Kompleksitas model dapat meningkat dengan cepat, dan penskalaan solusi AI tanpa sumber daya dan keahlian yang tepat dapat menyebabkan kegagalan. Untuk mengatasi tantangan ini, libatkan praktisi AI berpengalaman yang dapat membantu menyempurnakan model dan menyesuaikannya dengan kebutuhan yang terus berkembang.
Kurangnya Bakat Terampil
Proyek AI memerlukan kombinasi keterampilan, termasuk ilmu data, rekayasa perangkat lunak, dan keahlian khusus domain. Banyak organisasi kesulitan merekrut dan mempertahankan talenta yang diperlukan untuk mengimplementasikan proyek AI dengan sukses. Kurangnya data scientist dan insinyur AI yang berkualifikasi merupakan masalah yang tersebar luas. Selain itu, tim yang ada mungkin kurang memiliki pengalaman mendalam yang diperlukan untuk menangani kompleksitas AI. Untuk menjembatani kesenjangan ini diperlukan investasi dalam perolehan dan pelatihan talenta. Anda juga harus memupuk budaya pembelajaran berkelanjutan, mendorong tim Anda untuk selalu mengikuti perkembangan AI terkini.
Manajemen Perubahan yang Tidak Memadai
Penerapan AI seringkali memicu perubahan signifikan dalam proses bisnis, alur kerja, dan struktur organisasi. Tanpa manajemen perubahan yang tepat, karyawan mungkin menolak integrasi alat AI, sehingga menyebabkan gangguan operasional. Banyak organisasi mengabaikan pentingnya menumbuhkan budaya yang merangkul inovasi dan teknologi baru. Karyawan harus dilatih tentang bagaimana AI dapat meningkatkan peran mereka dan bagaimana menggunakan alat tersebut secara efektif. Dengan cara ini, mereka dapat menjadi partisipan aktif dalam perjalanan AI tanpa merasa terancam olehnya. Membangun budaya kesiapan AI dalam organisasi merupakan faktor penting dalam keberhasilan proyek.
Ketergantungan yang berlebihan pada Otomatisasi
AI sering kali dipandang sebagai obat mujarab untuk semua masalah, namun ketergantungan berlebihan pada otomatisasi dapat berdampak buruk. Tidak semua aspek proses bisnis dapat atau harus diotomatisasi. AI harus digunakan sebagai alat untuk meningkatkan pengambilan keputusan oleh manusia, bukan menggantikannya sepenuhnya. Ketika AI diterapkan pada tugas-tugas yang memerlukan kreativitas, intuisi, atau empati, hasilnya bisa jauh dari harapan. Penting untuk mencapai keseimbangan antara otomatisasi dan keterlibatan manusia, untuk memastikan bahwa AI berfungsi sebagai pelengkap dan bukan pengganti keterampilan manusia.
Harapan yang Tidak Realistis
Ekspektasi yang tidak realistis terhadap kemampuan AI juga berkontribusi terhadap kegagalan proyek. Banyak organisasi mengharapkan AI memberikan hasil yang cepat dan transformatif. Namun, pengembangan AI membutuhkan waktu dan kemajuannya mungkin lambat. Membangun sistem AI yang dapat menghasilkan wawasan dan skala yang berharga di seluruh organisasi memerlukan perencanaan, iterasi, dan kesabaran yang cermat. Menetapkan pencapaian yang dapat dicapai dan menyesuaikan jadwal berdasarkan masukan sangat penting untuk mengelola ekspektasi. AI harus dipandang sebagai investasi jangka panjang, dengan perbaikan bertahap yang akan menghasilkan hasil bisnis yang berarti dari waktu ke waktu.
Pendanaan dan Sumber Daya Tidak Memadai
Proyek AI memerlukan investasi finansial yang besar, namun pendanaan yang tidak memadai merupakan alasan utama kegagalannya. Organisasi mungkin meremehkan biaya yang diperlukan untuk melatih model, mengumpulkan data, merekrut talenta, dan memelihara infrastruktur AI. Model AI juga memerlukan sumber daya komputasi yang besar, yang dapat menambah beban keuangan. Mengalokasikan anggaran dengan tepat dan memastikan sumber daya yang memadai untuk keseluruhan siklus proyek sangat penting untuk keberhasilan. Memiliki pemahaman yang jelas mengenai komitmen keuangan membantu memastikan proyek tidak kehilangan momentum karena masalah pendanaan.
Pertimbangan dan Bias Etis
Kekhawatiran etis dan bias dalam model AI tidak hanya dapat menyebabkan hasil yang tidak akurat namun juga merusak reputasi organisasi. Model AI tidak memihak seperti halnya data yang digunakan untuk melatihnya. Jika data mencerminkan bias masyarakat atau kesenjangan historis, model AI mungkin akan melanggengkan permasalahan ini. Memastikan keadilan dan transparansi dalam sistem AI adalah hal yang terpenting. Hal ini melibatkan penggunaan kumpulan data yang beragam, mengaudit algoritma untuk mencari bias, dan menerapkan pedoman etika. Perusahaan harus tetap waspada dalam mengatasi masalah etika untuk membangun kepercayaan dengan pengguna dan pemangku kepentingan.
Baca juga: Membangun Keunggulan Kompetitif dengan Deep Learning
Bagaimana Menghindari Jebakan Ini
Agar berhasil menavigasi lanskap AI, Anda harus melakukan pendekatan terhadap proyek AI secara strategis. Mulailah dengan tujuan bisnis yang jelas dan ekspektasi yang realistis. Berinvestasi pada data berkualitas tinggi, talenta terampil, dan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung siklus hidup AI. Menumbuhkan budaya yang merangkul perubahan dan pembelajaran berkelanjutan, serta memastikan pengelolaan yang tepat atas implikasi etis AI. Yang terpenting, ingatlah bahwa AI adalah alat yang membutuhkan waktu dan kesabaran.